Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sejarah Masjid Pertama di Berlin

Senin, 09 Februari 2009

Pemeliharaan Nilai-Nilai Islam

Bahaya Zaman Dan Pemeliharaan Nilai-Nilai Islam
Oleh Bilal Atkinson – Hartlepool UK

Judul pidato saya hari ini adalah "Bahaya Zaman Dan Pemeliharaan Nilai-Nilai Islami". Paling tidak katakanlah, ini merupakan satu pembahasan yang luas dan saya akan, Insya Allah, menarik perhatian saudara-saudara pada sebagian dari bahaya-bahaya yang sedang mengancam manusia dan membahayakan dasar-dasar akhlak kita serta nilai-nilai, keyakinan dan pedoman Islam. Hal itu meyakinkan kembali bahwa Islam menolong dan menyediakan bagi kita dengan petunjuk yang, jika diikuti dan diamalkan, akan menyelamatkan kita yang memegang Islam dengan sepenuh hati dari segala keburukan (kejahatan) dan bahaya-bahaya [perbuatan-perbuatan] yang tak berakhlak yang ada dalam masyarakat. Bahaya-bahaya yang telah saya pilih untuk dibahas adalah materialism (kebendaan), alkohol (minuman keras), judi, internet, pergaulan bebas kaum pria dan wanita, penyakit-penyakit seperti Aids yang secara dekat berhubungan dengan kebebasan yang tak terjaga dan tak terkendali, dan terakhir adalah penipuan dan ketidak-jujuran.

Masalah pertama dalam pembahasan ini adalah materialisme (kebendaan) dan Al-Qur'an Suci merujuk pada keadaan ini yang menyatakan: "Bermegah-megahan telah melalaikan kalian [kepada Tuhan]. Bahkan hingga kalian mendekati liang kubur. Sekali-kali tidak! Kelak kalian akan mengetahui [akibat perbuatan itu]. Kemudian sekali-kali tidak! Sekiranya kalian mengetahui dengan pasti. Niscaya kalian benar-benarakan melihat neraka jahim [dalam kehidupan dunia ini juga]." (QS 102:2-7).
Hasrat untuk memiliki sesuatu dan memenuhi hasrat itu telah menduduki tempat utama dalam perjuangan untuk mendapatkan kesenangan bagi kebanyakan orang. Surat-surat kabar, bioskop, televisi dan radio secara berulang-ulang menyiarkan untuk menarik perhatian dan sering kali mencodongkan para pelanggan untuk membeli perhiasan-perhiasan (aksesori) terbaru atau barang-barang mewah lainnya dan pusat-pusat perbelanjaan secara khusus dirancang dengan citra gaya dan gemerlap untuk menarik kita ketika kita melewatinya. Malangnya, hal itu lebih digemari di seluruh dunia. Kerja dengan bayaran tinggi, rumah yang penuh dengan perabotan modern, mobil baru dan pakaian-pakaian mahal merupakan daftar yang sangat diutamakan kebanyakan orang yang memandang hal-hal itu sebagai barang-barang yang 'harus dipunyai' dari pada bertanya pada diri sendiri 'apakah saya benar-benar memerlukannya?' atau 'apakah saya benar-benar mampu membayarnya?'


Ketika kekayaan dan nilai lahiriah menjadi tujuan dalam hidup kalian, [maka] kalian menjadi buta dengan mimpi buruk keuangan yang secara tak terhindarkan datang menyertainya. Dalam mencapai tujuan itu seseorang sering kali menjadi mementingkan diri sendiri dan hilang pertimbanganuntuk kesejahteraan orang-orang lain serta tak punya penghargaan atas nilai-nilai kehidupan sejati sama sekali. Pandangan yang sekilas tampak pada ekonomi beberapa bangsa, khususnya yang di Barat, memberikan kesan palsu bahwa mereka kaya dan makmur. Pandangan yang tampak pada ukuran hidup keluarga biasa juga memberikan kesan palsu yang sama. Bagaimanapun, dengan penelitian yang lebihdekat kalian akan jumpai bahwa, pada kebanyakan kasus, semua kekayaan bangsa atau keluarga yang terkumpul dalam bentuk rumah, mobil, perabotan, pakaian dan barang-barang rumah tangga itu dibeli dengan hutang (kredit) atau bukan nilai sebenarnya.
Suatu ekonomi apakah bangsa atau perorangan yang mengeluarkan perbelanjaan dengan pendapatan yang tidak dihasilkan [sendiri] telah membayar dengan nilai yang sangat tinggi. Kebanyakan ekonomi berjalan atas dasar uang bunga (riba), dan bank-bank selalu berkehendak meminjamkan uang. Tiga puluh tahun yang lampau adalah tidak begitu mudah untuk meminjam uang dari suatu lembaga keuangan sebab ada pembatasan tempat berdasarkan penghasilan seseorang dan kemampuanuntuk membayar kembali pinjaman itu. Tetapi, banyak dari pembatasan itu yang kini telah disingkirkan, sedemikian banyaknya sehingga orang-orang yang terkurung dalam hutang digalakkan untuk meminjamlebih banyak lagi. Puncaknya mereka sebenarnya tidak meminjam dari bank; mereka sedang meminjam dari masa depan mereka sendiri.
Hadhrat Masih Mau'ud(a.s.) telah mengingatkan bahaya pengejaran kekayaan duniawi ini. Beliau menyatakan: "Menikmati kemewahan hidup yang melewati ambang batas adalah suatu kehidupan terlaknat; sebab, hal itu di luar batas budi pekerti, tidak berhati dan tidak berjantung, mengabaikan rasa kasih terhadap duka nestapa sesame makhluk. Setiap hartawan akan diminta pertanggung-jawaban ataskewajiban-kewajibannya terhadap Tuhan dan terhadap sesamanya seperti akan diminta dari orang orang fakir miskin, bahkan tekanannya lebih berat dari mereka itu. Alangkah malangnya nasib orang yang mengandalkan kehidupan yang sesingkat ini lalu berpaling dari Allah."(Lihat Bahtera Nuh & Ajaranku, oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad(a.s.)).
Makam-makam Fir'aun Mesir diisi dengan segala kekayaan dan harta milik mereka karena mereka berharap untuk membawanya bersama mereka dalam kehidupan mereka sesudah mati. Mereka dengan takabur mengira mereka dapat membawa harta kekayaan yang mereka kumpulkan ke alam mendatang; sekurang-kurangnya mereka berpikir mengenainya, tapi secara salah menyimpulkan mengenai akhirat. Orang-orang di zaman ini tampaknya tak punya pikiran tentang hidup mereka sesudah mati, dan ini merupakan sebab utama dari kemunduran akhlak dan ruhani mereka. Mereka tetap terkurung dalam pengejaran-pengejaran dan hasrat-hasrat duniawi hingga kematian datang kepada mereka dan mereka menjumpai bahwa mereka telah menyia-nyiakan kehidupan mereka yang berharga dengan mengejar kekayaan yang fana alih-alih mengikuti Pencipta dari semua kekayaan mereka itu. Pengejaran kebendaan yang sedang meningkat ini telah menyebabkan dan terus menyebabkan kemunduran dalam keruhanian.
Itu merupakan kegilaan yang membuta untuk hal-hal duniawi yang menghalangi orang-orang yang tak beriman dari pencapaian nilai-nilai akhlak dan ruhani yang lebih tinggi dan lebih bernilai. Al-Qur'an Suci
menyatakan: "Hai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang hari ketika tiada lagi jual-beli, tiada lagi persahabatan, tiada lagi syafaat di dalamnya. Orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim." (QS 2:255).
Seorang Muslim hendaknya selalu berupaya untuk mengikuti contoh teladan dari Rasulullah(s.a.w.). Walaupun beliau menjadi penguasa Arabia yang tak tertandingi, gaya hidup beliau adalah sangat sederhana dan tak sulit untuk mengikutinya. Sejauh hubungannya dengan dunia kebendaan kita hendaknya mempertanyakan keperluan hakiki untuk barang-barang materi. Kita hendaklah menghindari peminjaman uang dan pembayaran riba demi memiliki barang-barang mewah. Kita hendaklah makan sederhana dan baik serta hendaknya tidak membuang-buang makanan. Puasa yang teratur meningkatkan kepedulian sejati akan keperluan-keperluan dari orang-orang yang 'tidak punya' dan hasrat untuk membantu orang-orang miskin serta menghapuskan kemiskinan. Kita hendaknya memberikan dengan niat sepenuhnya untuk berkurban dan menyambut semua seruan Khalifah zaman ini. Kita hendaknya lebih menggalakkan minat dalam olahraga dan kegiatan-kegiatan luar rumah lainnya juga kegemaran-kegemaran pribadi dari pada mengunjungi restoran-restoran, bioskop-bioskop mahal dan tempat-tempat sejenis lainnya. Islam tidak melarang kita untuk mencari tujuan-tujuan duniawi, yaitu, meraih ilmu pengetahuan atau kekayaan, atau menempatkan diri dalam bisnis dan industri. Islam hanya mengubah segi pandang kita. Ia mengajarkan kita untuk lebih memberikan keutamaan kepada perintah-perintah Ilahi di atas segala sesuatu yang lain. Dengan cara ini, kita meraih berkat-berkat ruhani dan keridhaan Tuhan juga hasil-hasil duniawi. Keikhlasan terhadap Tuhan tidak menjauhkan kita dari ganjaran-ganjaran duniawi. Nyatanya, ganjaran-ganjaran ini mengikuti kita seperti seorang pelayan. Tujuan kita adalah Tuhan kita dan kita wajib menjaga tujuan ini dalam pikiran kita setiap saat dalam kehidupan kita.Kebendaan yang berlebihan merupakan akar dari banyak masalah kemasyarakatan, seperti judi, narkoba dan kejahatan, yang sering kali juga menyebabkan keretakan keluarga, masyarakat dan kelompok.

Alkohol (Minuman Keras)

Demikian pula, satu mala petaka yang lebih besar, yang menghancurkan kehidupan keluarga dan mempunyai dampak yang besar dan menghancurkan dalam masyarakat luas, adalah masalah alkohol. Hadhrat Masih Mau'ud(a.s.) membahas masalah ini dan bersabda: "Wahai, orang yang arif bijaksana! Dunia ini tidak akan ada untuk selamanya. Hindarilah semua barang yang memabukkan. Tidak hanya minuman keras seperti anggur, bir, wiski dan sebangsanya yang memabukkan itu melainkan juga candu, ganja, marijuana, morfin, toddy dan tarri. Segala macam barang pemabuk yang membuat orang jadi ketagihan itu memberi dampak sangat buruk kepada otak manusia dan kesudahannya membinasakan orang yang memakannya (menggunakannya). Oleh karena itu, selamatkanlah diri kalian." (Lihat Bahtera Nuh & Ajaranku, oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad(a.s.)).
Dalam banyak masyarakat konsumsi alkohol tampaknya telah menjadi hidangan tetap di kalangan sejumlah orang yang semakin meningkat, khususnya generasi muda. Hal itu tampaknya juga menjadi unsure kemasyarakatan yang tak tergantikan dan merupakan bentuk lain dari hiburan. Tampaknya tak ada perkumpulan sosial yang sepenuhnya tanpa alkohol sebagai gaya hidup mereka. Di akhir pekan, tujuan dalam hidup sebagian orang, terutama dari generasi muda adalah tidak mempunyai suatu 'good time' (hiburan) seperti yang biasa dilakukan pada beberapa tahun lalu, melainkan 'keluar dan minum'. Hal itu menghilangkan (membunuh) perasaan, akhlak dan sopan-santun seseorang.Menurut surat kabar The Independent Newspaper 2nd November 2005: "Mayoritas orang mengkonsumsi alkohol dan hal itu sangat terkenal bahwa jumlah ini meningkat menjadi pecandu alkohol. 1,1 juta orang dewasa di Inggris menderita ketergantungan alkohol.."
Konsumsi alkohol tidak hanya menghancurkan pribadi, ia juga menghancurkan keluarga, ekonomi dan kesehatan mental mereka, dan dalam jangka panjang ia menghancurkan masyarakat secara luas. Sebagai hasil langsung dari konsumsi alkohol hal itu telah terbukti tanpa keraguan bahwa akhlak dan rasa tanggung-jawab berkurang pada pemakai yang terpengaruh . Kejahatan-kejahatan juga meningkat dalam bentuk pencurian, perampokan, kekerasan, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan terhadap anak, perkosaan, bunuh diri dan kematian karena ngebut tapi itu baru sebagian. The British Crime Survey 2004/2005 mengungkapkan bahwa 48% dari semua tindak kejahatan dengan kekerasan dan 60% dalam kasus-kasus kekerasan lainnya terjadi ketika pelaku berada di bawah pengaruh alkohol. Menurut sebuah kajian oleh the Institute of Alcohol Studies UK (2006) berjudul 'Alcohol in Europe' menulis: "Jelaslah, satu dari empat orang di Inggris menikmati minuman keras dengan satu tujuan – untuk menjadi mabuk sepenuhnya. Minum berlebihan tidak lama menjadi kebiasaan kaum pria, gadis-gadis dan wanita-wanita muda tampaknya juga keluar dan memperoleh 'ketenaran' seperti halnya kaum pria." Untuk memulihkan masalah 'minum berlebihan' dan alkohol itu Pemerintah Inggris sebenarnya telah, yang menurut saya adalah salah, menambah jumlah jam pokok yang diizinkan untuk tetap buka. Sebenarnya, di beberapa kawasan kedai alkohol yang diizinkan untuk tetap buka adalah 24 jam per hari.
Ajaran Islam dalam masalah ini telah memberikan jawaban yang sempurna, pengobatan yang sempurna dan dalil yang sempurna. Al-Qur'an Suci menyatakan: "Mereka menanyakan kepada engkau tentang khamar dan judi. Katakanlah: 'Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tapi dosanya lebih besar dari pada manfaatnya'." (QS 2:220).
Diriwayatkan oleh Hadhrat Anas(r.a.) bahwa Nabi Suci(s.a.w.) bersabda: "Laknat Tuhan turun atas sepuluh kelompok orang yang berhubungan dengan minuman keras. Orang yang menyulingnya (membuatnya), orang yang meminta untuk disulingkan, orang yang meminumnya, orang yang mengangkut (membawakan)nya, orang yang menyuruh untuk dibawakan, orang yang menghidangkannya, orang yang menjualnya, orang yang memanfaatkan uang dari [hasil] itu, orang yang membelinya dan orang yang membelikan untuk orang lain." (Sunan Ibnu Majah Jilid 3, Kitabul Khamr, Juz 30, Hadits No. 3380). Lebih lanjut Nabi Suci(s.a.w.) pembawa agama Islam bersabda: "Minuman keras merupakan induk dari segala kejahatan dan ia merupakan yang paling memalukan dari kejahatan." (Sunan Ibnu Majah Jilid 3, Kitabul Khamr, Juz 30, Hadits No. 3371).
Oleh sebab itu kita hendaknya mengajarkan pada anak-anak kita mengenai pengaruh-pengaruh buruk alkohol dan hendaknya membimbing dengan contoh teladan. Kita hendaknya menjauhi pub-pub dan bar-bar meskipun kawan-kawan kita yang non-Muslim mungkin sering mengunjunginya dan kita hendaknya hanya menyajikan kepada mereka minuman-minuman tak beralkohol.

Judi

Kini marilah kita beralih perhatian pada judi. Penelitian terakhir oleh sebuah surat kabar Inggris (The Independent 25th May 2006) mengungkapkan beberapa catatan yang amat menarik tapi mengguncangkan tentang Inggris sebagai bangsa penjudi. 50 bilyun pound sterling dihabiskan untuk judi di Inggris selama tahun 2005. Sejak 2001, telah ada peningkatan 700% atas uang yang dihabiskan untuk judi dan yang lebih menakutkan, sejak tahun 2001 telah ada kenaikan 23.000% dalam judi online (internet). Dilaporkan juga bahwa ada 370.000 orang ketagihan untuk berjudi dan diharapkan bahwa jumlah ini akan meningkat 700.000 dalam lima tahun mendatang.
Secara keseluruhan tanpa memandang jumlah pecandu yang meningkat dan kehancuran kehidupan keluarga mereka, pemerintah Inggris, tertarik oleh pendapatan yang besar dari perjudian, tahun ini (2006) telah memperkenalkan Undang-Undang Judi (Gambling Act) yang akan mengizinkanuntuk membangun delapan kasino kecil, delapan kasino besar dan satu kasino regional atau super kasino.Seluruh bangsa juga digalakkan untuk berjudi setiap minggu di the National Lottery di mana para penjudi dibujuk dengan keuntungan besar seketika. Hasilnya, orang-orang yang berusaha keluar dari dalamnya kemiskinan itu umumnya adalah orang-orang yang menghabiskan begitu banyak uang dalam lotre (judi), sedang mengakibatkan kekurangan uang lebih banyak dan lebih banyak lagi dan berputus asa sebab mereka tak mampu untuk memenuhi impian-impian mereka.

Mr. Mark Griffiths (Professor of Gambling – Nottingham Trent University) telah mengulas: "Judi merupakan satu bentuk pajak sukarela kendatipun orang-orang tidak memandangnya seperti itu. Dengan mengembangkan judi Pemerintah dapat menghasilkan uang lebih banyak. Tak ada masyarakat besar yang mendorong untuk membebaskannya. Hal itu telah menjalankan perindustrian dan pemerintahan. Tapi jika kalian berupaya untuk menggantikannya maka akan terjadi kekacauan."Bagi banyak orang, mungkin jadi sangat ketagihan judi – dan disebabkan mudah melakukannya secara online (langsung) di internet, hal itu menjadi lebih mudah dijangkau bagi kelompok-kelompok orang tertentu. Hal itu sangat sederhana untuk menyalakan komputer dan masuk ke website. Pada setiap tempat di internet berkumpul para pengguna yang mulai dengan pertaruhan kecil dan selanjutnya berakhir dengan kehilangan rumah-rumah mereka ketika mereka berupaya untuk meraih kembali kerugian-kerugian mereka dengan menghabiskan uang lebih banyak dan lebih banyak lagi di perjudian. Bahkan lebih buruk lagi, ada pemain-pemain yang berhutang besar sebab mereka menggunakan kartu-kartu kredit dan tabungan-tabungan bank mereka untuk berjudi. Ini dapat mengakibatkan kesempitan keuangan, kebangkrutan, kehancuran pernikahan dan keluarga dan malangnya pada sebagian kejadian, bunuh diri.Islam memberikan jawaban dan pemecahan untuk mala petaka yang tumbuh karena alkohol, narkoba dan perjudian – ia secara sederhana memerintahkan 'Hindarilah agar kalian selamat.'

Tak ada cara-cara lain dan tak ada jalan pintas untuk untuk mengendalikan wabah keburukan ini. Ajaran kemasyarakatan Islam adalah amat penting untuk perlindungan dan kelangsungan hidup sistemkeluarga. Bahaya-bahaya ini mempengaruhi dan menarik kita pada keuntungan-keuntungan duniawi mereka hingga sebelum kita menyadarinya kita tenggelam dalam kecanduan, sedemikian banyak hingga kita membenarkan diri kita bahwa tak ada salahnya ambil bagian dalam perbuatan-perbuatan ini. Ini merupakan satu pendakian yang sangat licin bahwa kita harus menjaga diri pada tahap baru tumbuh. Keterbukaan mengenai masalah keuangan yang lebih besar antara suami dan istri, melibatkan diri dalam hal-hal yang lebih menarik seperti belajar ketrampilan, kerajinan tangan, dan membelanjakan untuk hal-hal yang baik merupakan sebagian dari pemecahan untuk manfaat akhlak dan ruhani manusia.

Internet

Kita semua telah mendengar berbagai bahaya dari internet. Walaupun sebagian dari bahaya-bahaya ini telah sangat dibesar-besarkan, hal itu tidak mengubah kenyataan bahwa sebuah komputer dan operatornya, yang dihubungkan dengan internet dapat menjadi sasaran serangan-serangan yang nyata atas kesadaran mereka baik secara terbuka atau tersembunyi.Internet dapat menjadi alat yang amat bermanfaat untuk mencari ilmu pengetahuan, tapi, ada orang-orang yang merasa terdorong untuk menggunakan ilmu mereka mengenai komputer untuk mencari file-file tersembunyi dengan cara illegal dan tak beradab. Akibatnya, mereka menciptakan kehidupan yang sukar bagi pengguna-pengguna internet lainnya. Tak ada sistem kebijakan internet yang benar dan layak dan ia terbuka untuk penyalah-gunaan dengan perusahaan-perusahaan palsu dan orang-orang mencari sejumlah besar kekayaan atau ilmu pengetahuan tanpa memandang kebaikan akhlak (moral) atau kehormatan orang-orang yang sedang mereka tuju. Internet juga terbuka untuk penyalah-gunaan dengan kejahatan-kejahatan. Misalnya, ada fedofilia dan penyimpangan-penyimpangan seksual lainnya yang berupaya untuk menjebak kaum muda dengan berpura-pura menjadi orang yang lain dari pada diri mereka yang sebenarnya dan ini dapat digambarkan dalam penggunaan apa yang dikenal sebagai chat room (ruang chatting). Internet tanpa nama membolehkan para pengguna chat room untuk merasa lebih nyaman berbicara tanpa takut dipersoalkan. Kebanyakan para pengguna internet boleh secara langsung mencariseseorang yang seumur dan sama minatnya dengan mereka untuk berbicara, tapi macam mana mereka dapat mengatakan? Jati diri seseorang yang sebenarnya tak pernah terungkap secara langsung dan sebagai hasilnya kepedulian dan kesadaran sosial seseorang menurun. Oleh sebab itu, percakapan dalam chat room dan masalah-masalah yang dibahas biasanya jauh berbeda dengan perhubungan biasa (normal) dan sering kali termasuk hal-hal yang tak pernah dibicarakan dengan orang lain secara langsung.
Dalam chat room, pembahasan-pembahasan dapat berupa kekerasan, caci-maki dan bahkan dapat menimbulkan kebencian terhadap orang-orang lain. Internet juga memberikan akses cuma-cuma untuk belanja, musik, game, pornografi, film dan sebagainya di mana seseorang dapat menghabiskan waktu berjam-jam mengejar hal-hal yang mencandu dan sia-sia ini yang terpisah dari kehidupan sehari-hari yang wajar. Pemakaian internet, tak peduli betapapun polos tampaknya, dapat menjadi kecanduan, dan mendorong sang pemakai melampaui batas kehidupan yang seimbang. Hal itu sedang menjadi tantangan secara meningkat untuk memantau kegiatan seseorang di internet manakala pada saat yang sama menghormati privasi mereka. Para orang tua khawatir bahwa anak-anak akan berhubungan dengan orang-orang secara online yang mungkin bermaksud merugikan mereka dan selalu ada ketakutan bahwa pemakaian internet yang meningkat akan membawa anak-anak mengakses hal-hal yang tak layak seperti pornografi, rasisme dan kekerasan. Keselamatan anak adalah cukup sulit untuk dilindungi dalam kehidupan nyata, apalagi dalam jangkauan internet yang luas. Mereka hendaknya ditegaskan memakai internet untuk mengakses informasi dan untuk berbicara dengan rekan-rekan yang sudah ada saja dan computer hendaknya ada di kamar yang ada di bawah tanggung-jawab pengawasan orang tua. Anak-anak hendaknya juga digalakkan untuk membaca buku-buku dan literatur-literatur lainnya sebagai sumber utama untuk memperoleh ilmu pengetahuan.

Pergaulan Bebas Antara Kaum Pria Dan Wanita

Bahaya kelima yang akan saya bahas adalah pergaulan bebas antara kaum pria dan wanita. Dalam Islam pergaulan bebas antara pria dan wanita sejak waktu mereka memiliki kesadaran seksual (aqil baligh) adalah dilarang. Pada satu segi, ini mungkin kelihatan agak keras, tapi jika kita kaji pengaruh-pengaruh hubungan yang longgar (bebas) antar jenis kelamin itu, kita akan segera melihat hikmah di balik ketegasan ini. Hari ini, di dunia ini, segala macam kejahatan yang diakibatkan oleh pergaulan bebas antara pria dan wanita meningkat seiring dengan kemunduran akhlak. Ketika akhlak (moral) mundur, sikap keterlaluan dan tidak sopan-santun menjadi lebih dapat diterima bagi masyarakat modern. Di Barat khususnya, kaum pria dan wanita dapat berjalan setengah telanjang di muka umum, berenang bugil, minum mabuk dan berdansa-dansi di bar-bar dan klub-klub dan merasa bebas untuk mempunyai pasangan tak resmi dengan orang yang mereka pilih. Pornografi, pelacuran, perzinaan, perceraian, keluarga dengan orang tua tunggal, aborsi, hidup bersama dengan lawan jenis dan pasangan-pasangan sejenis, juga pakaian dan pembicaraan yang tak sopan kini tampaknya lebih dapat diterima dari pada di masa-masa lalu; serta hasil dan akibatnya adalah benar-benar luas. Apa yang disebut sebagai masyarakat bebas' di tempat kita hidup telah terbukti menjadi perusak dalam kesatuan keluarga, harga diri dan kehormatan diri manusia. Keluarga-keluarga sering kali terpecah belah, ketidak-tenangan menyebar dan kepribadian orang-orang menjadi kacau dan menyimpang. Ada banyak perbuatan dalam masyarakat modern yang lambat laun akan mengikis aturan dan kelayakan pardah untuk Muslimin dari pria dan wanita kedua-duanya. Jika konsep Islam mengenai pardah tidak jelas bagi kaum pria dan wanita kedua-duanya, maka aturan itu akan hilang. Pria, wanita dan juga anak-anak mendirikan shalat-shalat mereka secara berjamaah hendaknya menjalin persahabatan dengan orang-orang saleh dan teratur menghadiri acara-acara Jama'at untuk menghindarkan terpisahnya diri mereka dari nilai-nilai Islami. Islam tegas terhadap pergaulan bebas dan longgar antar jenis kelamin ini. Hadhrat Ummu Salamah(r.a.) dan Hadhrat Maimunah(r.a.) (yang keduanya adalah istri-istri Rasulullah(s.a.w.)) ada bersama Nabi(s.a.w.) ketika Hadhrat Abdullah bin Ummi Maktum(r.a.), yang tuna netra, datang untuk berbicara dengan beliau. Rasulullah(s.a.w.) bersabda kepada kedua istri beliau untuk mengamalkan pardah di hadapan tamu itu. Hadhrat Ummu Salamah(r.a.) berkata, "Ya Rasulullah, dia tuna netra dan tidak akan melihat kami." Rasulullah(s.a.w.) bersabda, "Dia tuna netra tapi kalian tidak, dan tidakkah kalian melihatnya?" (Sunan Abu Daud, Hadits No. 4100). Dalam Al-Qur'an, Tuhan menerangkan hakikat pardah Islam atau hijab yang membentuk sikap kaum pria dan wanita kedua-duanya serta tercermin dalam pakaian dan sikap perbuatan. Al-Qur'an Suci memberikan petunjuk dan ajaran: "Katakanlah kepada lelaki yang beriman agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya. Itu lebih suci bagi mereka…Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya…" (QS 24:31-32).

Tidak hanya kaum wanita wajib menutupi dirinya di hadapan pria yang bukan muhrim mereka, tapi mereka juga dituntut untuk menjaga pandangan mereka. Kaum pria juga dituntut untuk mengamalkan pardah, dengan demikian mencegah mereka jatuh dalam kemerosotan akhlak. Pardah hendaknya diamalkan dengan cara yang paling tepat tapi tidak akan dipaksakan. Kita hendaknya tak akan pernah menjadi kendor dalam aturan-aturan kita khususnya ketika banyak dari kita yang kini menjalin hubungan kerja dan perkumpulan sosial lainnya. Kita tetap wajib menampilkan jiwa pardah yakni kita hendaknya berupaya untuk menghindari pesta-pesta dan acara-acara lainnya khususnya yang ada acara minum alkohol, musik, nyanyian dan dansa dansi yang adalah 'mengikuti zaman'. Jabat tangan antara pria dan wanita hendaknya juga dihindari tanpa kecuali kepada orang yang menyalami kalian. Makin sering kesempatan untuk hubungan sosial antara pria dan wanita, tampaknya makin banyak peluang daya tarik alami yang Tuhan tanamkan di antara mereka, akan menghasilkan hubungan yang membahayakan moral dalam masyarakat. Maka banyak penyakit, seperti AIDS, yang secara khusus dipicu oleh kebebasan dan seksualitas tak terkendali. Kemunduran dalam aturan-aturan akhlak dan ruhani secara tak terhindarkan hampir selalu membawa pada kemunduran dalam kesehatan jasmani. Penyebaran penyakit-penyakit kelamin, juga penyakit-penyakit syaraf, mental dan kejiwaan yang merenggut ratusan ribu orang diketahui berasal dari kebebasan seksual. Salah satu dari penyakit-penyakit yang paling berbahaya adalah Aids yang disebabkan oleh virus HIV. Virus ini menghancurkan daya tahan tubuh, menjadikannya lemah terhadap segala penyebab penyakit. AIDS telah mencapai semua benua di dunia ini dan kurang atau lebihnya tetap tak terobati meskipun obat-obat tertentu mungkin dapat memperpanjang umur mereka yang terjangkiti. Jutaan orang telah menderita karena penyakit ini, satu kenyataan yang tersedia di masa modern dari bukti untuk sabda-sabda Nabi Muhammad(s.a.w.) yang menyatakan: "Tak pernah terjadi bahawa pergaulan bebas meliputi suatu kaum sedemikian luas hingga mereka menampilkan tindakan-tindakan seksual yang tak bermalu lalu mereka tidak dihukum Tuhan. Di kalangan mereka, pastilah, wabah tersebar dan penyakit-penyakit lain, yang demikian itu tak pernah disaksikan oleh leluhur mereka." (Sunan Ibnu Majah, Jilid 11, Kitabul Fitan – 'Uqubat, Darul Fikr Al-Arabi, hal. 1333). Lagi kita hendaknya menggalakkan minat pada olahraga dan kegiatan luar rumah lainnya juga minat-minat lain seperti perancangan dan pembangunan atau pertanian dan perkebunan dari pada menyaksikan acara-acara dan film-film di TV dan bioskop yang tak layak, kasar dan keras.

Penipuan Dan Ketidak-Jujuran

Bahaya terakhir yang ingin saya soroti adalah penipuan dan ketidak-jujuran. Kepalsuan merupakan dasar, titik tolak dari kebanyakan dosa-dosa. Hari ini, langkanya kebenaran dijumpai di seluruh dunia tanpa kecuali. Dari semua keburukan akhlak, dusta adalah yang paling buruk dan mempunyai berbagai sebab yang kompleks. Kebanyakan orang memandang perkataan yang disebut 'white lie' (dusta putih) sebagai yang dapat diterima masyarakat. Dusta adalah dusta tak peduli apa warna yang kalian bubuhkan atasnya dan tak peduli betapapun hal itu dapat diterima masyarakat. Banyak masalah akhlak, sosial danekonomi di dunia ini terjadi karena langkanya kebenaran, kejujuran dan integritas. Tanpa kebenaran tak dapat ada keadilan yang layak, dan tanpa keadilan, kekacauan dan kejahatan timbul. Akhirnya, manusia yang tak manusiawi terhadap sesama manusia itu mengejar cara yang keras dan menghancurkan. Ketika kita membiarkan nilai-nilai kebendaan memasuki kehidupan kita sehari-hari dan berlomba dengan kepalsuan maka kita mengurung diri kita sendiri dengan orang-orang yang tak jujur, dan dengan demikian memasuki jalinan pelanggaran kebenaran dan pengkhianatan.

Berbicara benar merupakan kebaikan besar yang seharusnya ditanamkan pada setiap orang dan setiap anak seakan-akan hal itu merupakan anggota sejati yang tanpa itu tubuh tidak dapat berfungsi. Bagi seorang benar yang sejati adalah penting bahwa mereka mengikuti kebenaran tanpa memandang hasrat atau kepentingan mereka sendiri. Hanya orang-orang inilah yang tegak pada kebenaran, bahkan dengan resiko kehilangan jiwa, kehormatan atau harta, adalah sungguh-sungguh benar.
Suatu kali, seseorang mengunjungi Rasulullah(s.a.w.) dan menerangkan kepada beliau bahwa dia mempunyai banyak kebiasaan yang buruk termasuk berdusta. Dia bertanya bagaimana dia dapat membebaskan dirinya dari cara hidup yang penuh dosa semacam itu. Nabi Suci(s.a.w.) memberikan satu jawaban yang sederhana, beliau memberi-tahukan dia untuk selalu berkata benar karena hal ini akan membebaskan dia dari segala keburukannya. Orang itu segera menyadari bahwa jika seseorang memeriksa kegiatan-kegiatannya hari demi hari dia tak akan punya pilihan kecuali berkata benar. Pasrah pada kebenaran terbukti menjadi obat yang paling ampuh dan satu penyembuh bagi cara-cara buruknya.

Ajaran-ajaran Al-Qur'an Suci mengenai kebenaran adalah lengkap dan berderajat paling tinggi. Al-Qur'an Suci menyatakan: Laki-laki dan perempuan yang benar akan mendapatkan ganjaran besar dari Allah (QS 33:36).Dalam ayat tersebut, fitrat dan filsafat dari kebenaran digambarkan dan segala seginya tercakup sepenuhnya. Al-Qur'an Suci mengatakan bahwa kebenaran adalah bagi Tuhan saja. Kita tahu bahwa kita tidak dapat menyembunyikan sesuatu dari Dia. Juga, jika kita benar-benar beriman bahwa Tuhan adalah Maha Mengetahui, maka kita tidak dapat bersembunyi di balik kedustaan atau kepalsuan untuk menyelamatkan diri. Oleh sebab itu kita hendaknya merenungi diri sendiri setiap hari mengenai amal perbuatan kita sendiri dan akibat-akibatnya serta berjuang untuk memperbaiki diri sesuai dengan ajaran Islam.
Sebuah ayat dari Al-Qur'an Suci menyimpulkan perlunya manusia untuk memenuhi dan menampilkan derajat akhlak yang tinggi dan melindungi dari pengaruh-pengaruh buruk. Ia menyatakan: "Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berlaku adil dan berbuat kebaikan dan member bantuan kepada kerabat; dan Dia melarang perbuatan keji dan mungkar dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran." (QS 16:91).

Kata-kata dalam ayat ini adalah begitu jelas dan sederhana dan dapat dengan mudah dipahami oleh orang-orang dari semua kemampuan intelektual. Secara ringkas, ayat itu telah merangkum keadilan, berbuat baik kepada orang lain, cinta kasih seperti antar sesame saudara dan telah melarang perbuatan keji, kejahatan dan permusuhan. Ayat Al-Qur'an Suci yang khusus ini menghimpun segala intisari mutuajaran yang sempurna dan meliputi ajaran akhlak yang sempurna dan evolusi ruhani serta perkembangan manusia, dan dengan mengikuti petunjuk Ilahi seperti itu, seorang mukmin sejati dijamin selamat dari segala kemungkinan yang akan terjadi.
Sebagai Muslim Ahmadi kita hendaknya tetap berada sedekat mungkin dengan Khalifah zaman dan mengikuti arahan-arahan beliau yang akan menyelamatkan kita dari keburukan-keburukan zaman ini. Khilafat merupakan lembaga yang diberkati, satu anugrah Allah, yang hendaknya kita hargai dan manfaatkan untuk membantu kita mengamalkan nilai-nilai ke-Islam-an kita. Jika kita abaikan petunjuk beliau maka kita tak punya alasan dengan kemunduran akhlak kita.

Menghindari keburukan-keburukan zaman modern sungguh merupakan jalan perjuangan kita yang mendasar – jihad untuk perbaikan diri, meraih kedekatan dengan Allah dan berjuang dalam melakukan amal-amal saleh. Jika kita tidak menyingkirkan keburukan-keburukan ini dari diri kita, kita tidak dapat mencapai [kedekatan dengan] Allah dan kita tidak dapat menyampaikan keindahan-keindahan agama kita yang sempurna kepada orang-orang lain jika kita tidak mengamalkannya.
Dalam mencari kebahagiaan dan kesenangan duniawi, dan dengan mengembangkan cara-cara yang mementingkan diri sendiri, orang itu melupakan tujuan yang sebenarnya dari hidupnya, yang adalah untuk meraih kedekatan dengan Tuhan dan menuju ke arah kebahagiaan dan kesenangan sejati.
Al-Qur'an Suci menyatakan: "Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah maka hati menjadi tenteram." (QS 13:29).
Ayat yang indah ini menetapkan kebenaran yang mendalam. Makin banyak orang duniawi memperoleh harta benda dalam kehidupan ini, makin besar rasa kekurangan yang terjadi dan berakibat membakar kalbu-kalbu (hati) mereka. Tapi mengenai orang yang mencari Tuhan, makin banyak mereka kembali kepada-Nya, makin besar ketenteraman kalbu-kalbu (hati) mereka. Ini menunjukkan bahwa pencarian Tuhan merupakan hasrat yang paling mendalam pada fitrat manusia dan merupakan tujuan hakiki dari hidup manusia, dan ketika tujuan ini tercapai manusia mulai menikmati ketenteraman kalbu yang sempurna. (Lihat P. 1212, Commentary 1640, Holy Qur'an edited by Malik Ghulam Farid, Islam International Publication Ltd, 1994).
Terakhir, saya telah menyoroti hanya sebagian kecil dari bahaya-bahaya dan rintangan-rintangan yang sedang dihadapi umat manusia hari ini khususnya terhadap kesatuan dan kemapanan kehidupan keluarga. Hanya dengan keimanan dan keikhlasan menerapkan ajaran-ajaran Al-Qur'an Suci dan sunnah Nabi Suci, Muhammad(s.a.w.), maka kaum Muslimin, dapat memelihara dan menjaga nilai-nilai akhlakke-Islam-an mereka. Pengamalan nilai-nilai Islam dengan penuh keyakinan akan menjaga generasi mereka berikutnya. Kaum Muslimin dan khususnya Muslim Ahmadi seharusnya dikenali dengan mudah dalam masyarakat modern sebagai pembawa obor bagi nilai-nilai akhlak yang kuat yang menyumbangkan masyarakat berakhlak dan adil untuk masa kini dan anak-anak kita di masa depan.
Read More...

Selasa, 09 Desember 2008

Tilawat Quran ala Nabi SAW

Cara Rasulullah Membaca Quran
Oleh:Hdh.Mirza Masroor Ahmad
www.katalogislam.com

الَّذِيْنَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُوْنَهُ حَقَّ تِلاَوَتِهِ أُوْلَـئِكَ يُؤْمِنُوْنَ بِهِ وَمنْ يَّكْفُرْ بِهِ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْخَاسِرُوْنَ
Artinya : Orang-orang yang kepada mereka Kami berikan Al Kitab dan mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itulah yang beriman kepadanya. Dan barang siapa ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang merugi.(al-Baqarah [2]:121)

Tafsir:

Apakah yang dimaksud dengan حَقَّ تِلاَوَتِهِ membacanya dengan bacaan yang sebenarnya? Maksudnya adalah apabila sedang membaca Al Qur’an maka renungkanlah perkara-perkara yang diperintahkan untuk mengamalkannya dan perkara-perkara yang harus dicegah. Apa yang diperintahkan untuk mengamalkannya amalkanlah dengan baik dan apa yang dilarang untuk mencegahnya cegahlah dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana pengakuan orang-orang Yahudi dan Nasrani dihadapan Hazrat Rasulullah saw adalah : Kami juga mempunya Kitab! Mereka menghendaki agar orang-orang Islam pada waktu itu mengakui penda’waan mereka. Maka, pertama Allah swt telah menolak penda’waan orang-orang Yahudi itu, bahwa kitab kalian sekarang sudah tidak layak lagi dikatakan kitab yang benar. Sebab amal perbuatan kalian sudah bertentangan dengan ajarannya. Sebagian diantara ajarannya kalian sembunyikan dan sebagian lagi kalian zahirkan.
Maka sekarang kitab kalian tidak dapat memberi hidayat lagi, sekarang setelah Hazrat Rasulullah saw diutus dan setelah Kitab Syari’at Al Qur’an diturunkan kepada beliau, hanya Kitab Al Qur’anlah yang dapat memberi hidayah dan petunjuk yang sangat berkesan kepada kalian. Inilah Kitab yang dapat menegakkan landasan petunjuk bagi dunia seluruhnya.
Jadi para sahabah radiallahu ‘anhum telah membuktikan dengan nyata melalui kehidupan suci beliau-beliau itu. Dan beliau-beliau itulah Mu’min sejati yang telah membaca Kitab Suci Al Qur’an dengan bacaan yang sebenarnya. Dan beliau-beliau itulah yang patut disebut orang-orang beriman yang sejati. Sebab Allah swt telah menjadikan amal soleh itu sebagai syarat untuk menjadi orang mu’min yang sejati. Maka jelaslah bahwa orang-orang mu’min sejati adalah mereka yang membaca Kitab Suci Al Qur’an dengan bacaan yang sebenarnya dan yang melakukan amal-amal soleh. Oleh sebab itu orang yang betul-betul menunaikan perintah bacaan Kitab Suci Al Qur’an adalah orang-orang yang selalu melakukan amal-amal soleh. Jadi hal ini sesungguhnya merupakan peringatan keras terhadap orang-orang muslim: “Jika kalian membaca Kitab Suci Al Qur’an dan kalian tidak mengamalkan apa-apa yang Kitab itu perintahkan untuk mengamalkannya maka iman kalian tidak akan dapat mencapai peringkat kesempurnaan.”
Jadi, seberapa banyak manusia memahami firman-firman Allah swt didalam Kitab Suci Al Qur’an, sebanyak itu pula iman mereka itu akan bertambah dan meningkat terus. Dan hal semacam itulah yang dapat menimbulkan kemampuan untuk membaca Al Qur’an dengan sebaik-baiknya. Hazrat Rasulullah saw telah memberi nasihat tentang itu yang diriwayatkan oleh Hazrat Abu Ubaidah Maliki r.a. katanya Rasulullah saw telah bersabda : Hai Ahli Qur’an !! Janganlah tidur sebelum kalian membaca Al Qur’an dan lakukanlah tilawat Al Qur’an siang dan malam sebagaimana seharusnya tilawat itu dilakukan. Dan sebarkanlah ajarannya dan bacalah dia dengan suara yang merdu dan renungkanlah selalu apa pokok ajaran yang terkandung didalamnya supaya kalian menadapat kejayaan.
Maka didalam riwayat ini telah diterangkan dengan jelas maksud ayat tersebut diatas bagaimana memnuhi cara pembacaan Qur’an dengan sebenarnya supaya dengan membacanya itu bukan hanya terselamat dari kerugian melainkan juga akan termasuk kedalam orang-orang yang berjaya. Akan termasuk kedalam golongan orang-orang yang banyak memperoleh kemajuan dan kemenangan.
Didalam riwayat lain diterangkan tentang kedudukan orang yang menilawatkan Qur’an dengan cara yang sebenarnya bahkan kedudukan orang tuanya juga yang telah membuat anak mereka itu terbiasa menilawatkan Qur’an setiap hari. Hazrat Sahal Bin Ma’az r.a. meriwayatkan dari bapak beliau, katanya Hazrat Rasulullah saw bersabda : Orang yang membaca Al Qur’an dan mengamalkan dari apa yang dibacanya maka pada hari Qiyamat akan dipakaikan dua buah mahkota diatas kepala kedua Ibu-Bapak-nya dan dari mahkota-mahkota itu akan memantulkan cahaya yang sangat terang, lebih terang dari pada cahaya mata hari yang menyinari rumah-rumah mereka itu di dunia ini.
Apabila martabat kedua ibu-bapak yang mengajar Qur’an itu kepada anak mereka demikian tingginya, maka pikirlah bagaimana tingginya martabat orang yang selalu mengamalkan ajaran-ajaran Qur’an itu? Maka, para orang tua harus menaruh perhatian sungguh-sungguh untuk mengajar anak-anak mereka membaca Qur’an. Perhatikanlah sungguh-sungguh untuk mengajarkan kalam Ilahi yang indah dan suci ini kepada anak-anak sendiri dan tanamkan kecintaan didalam hati mereka untuk membacanya setiap hari.
Didalam sebuah riwayat lagi yang diceritakan oleh Hazrat Aisyah Ummul Mu’minin r.a. katanya Rasulullah saw bersabda : Orang yang membaca Kitab Suci Al Qur’an dan ia seorang Hafiz (Hafal Qur’an) dihari akhirat nanti ia akan duduk bersama orang-orang yang sangat mulia dan sangat terhormat dan orang yang membaca Qur’an dengan semangat dan patuh ta’at terhadap ajaran-ajarannya, maka untuknya disediakan ganjaran dua kali lipat ganda.
Didalam sebuah riwayat lagi yang diceritakan oleh Hazrat Ibnu Umar r.a. katanya Hazrat Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya hati manusia juga dapat disepuh (seperti mas) seperti halnya besi sudah berkarat dapat disepuh (dibersihkan) sampai cemerlang. Seorang bertanya, Ya Rasulallah !! Dengan cara bagaimana hati dapat dsepuh (dibersihkan) ? maka Rasulullah saw bersabda : Ingatlah kematian sebanyak-banykanya dan banyak-banyaklah membaca Quran Karim !
Dengan seringnya mengingat kematian tidak melengahkan manusia untuk mengingat Allah swt. Dia yakin bahwa suatu ketika hari pembalasan akan tiba sa’atnya. Dan dengan menunaikan kewajiban membaca Kitab Suci Al Qur’an ia akan mendapat taufiq untuk berbuat kebaikan. Dengan menunaikan kewajiban itu seorang mu’min dapat memperoleh ganjaran yang sangat baik dari Allah wt. Dan diakhirat juga disediakan ganjaran yang sangat baik untuknya. Seorang mu’min demikian selalu memperhatikan untuk menunaikan kewajiban hak-hak Allah swt dan hak-hak sesama manusia dengan hati yang suci-bersih.
Bagaimana cara Rasulullah saw membaca Kitab Suci Al Qur’an? Hal ini perlu dijelaskan, sebab banyak orang-orang membaca Qur’an dengan cepat-cepat dengan anggapan dia mempunyai kebolehan membaca lebih dari yang lain. Cara Rasulullah saw membaca Qur’an sungguh berbeda dengan cara orang seperti itu. Tentang itu terdapat sebuah riwayat yang diceritakan oleh Hazrat Qatadah r.a. katanya saya bertanya kepada Anas r.a. tentang bagaimana caranya Rasulullah saw membaca Qur’an. Maka Hazrat Anas r.a berkata, bahwa Rasulullah saw selalu membaca Qur’an dengan perlahan-lahan sambil berhenti dan merenungkan maksud ayat yang dibaca, kemudian beliau teruskan lagi, lalu berhenti sekejap sambil merenungkan isinya, demikianlah seterusnya.
Diriwayatkan lagi Rasulullah saw telah bersabda bahwa; Didalam Kitab suci Al Qur’an banyak sekali mengandungi mutiara dan mengandungi hikmah dan setiap kali orang berusaha merenungkannya dengan pengertian yang dalam, maka ia selalu melihat keindahan ajarannya yang baru.
Sesungguhnya tidak ada orang yang lebih dalam memahami kandungan isi Al Quran selain dari pada Rasulullah saw. Maka apabila beliau membaca Qur’an, pada waktu itu pikiran beliau terus menerawang kepada kedalaman arti dan rahasia setiap ayat yang beliau baca itu. Dan contoh serta tauladan beliau ini menggugah perhatian kita untuk membaca Qur’an dengan perlahan-lahan sambil merenungkan dan memahami setiap ayat yang sedang kita baca. Untuk mengingatkan terhadap contoh demikian itulah Hazrat Rasulullah saw memberi nasihat kepada para sahabah beliau seperti yang diriwayatkan oleh Hazrat Abdullah bi Umar r.a. katanya Rasulullah saw telah bersabda kepada saya : Bacalah selalu Al Qur’an sampai selesai setiap bulan satu kali. Lalu saya berkata kepada beliau, ya Rasulallah ! Saya mempunyai kemampuan membaca lebih cepat dari itu ! Atas jawaban itu beliau menyuruh saya untuk menamatkannya dalam waktu satu minggu dan beliau mencegah menamatkan Qur’an lebih cepat dari pada itu (kurang dari satu minggu).
Maka sekalipun mempunyai kemampuan untuk membaca, namun tidak diperbolehkan seseorang membacanya sampai tamat dalam waktu kurang dari satu minggu lamanya. Sebab dengan pembacaan yang sangat cepat itu tidak akan sempat merenungkan dan mempelajarinya dengan baik. Membaca dengan cepat-cepat sampai tamat bukanlah menjadi tujuan utama. Dari riwayat ini dapat diketahui betapa besarnya minat para sahabah untuk membaca dan menela’ah Kitab Suci Al Qur’an ini. Beliau-beliau itu menganggap tilawat dan menela’ah Al Qur’an itu pekerjaan yang sangat penting sekali. Dan dizaman ini yakni dizaman kita sekarang ini pentingnya membaca Kitab Suci Qur’an sambil memahaminya dirasakan sangat meningkat sekali sebab prioritasnya telah berobah.
Read More...

Minggu, 30 November 2008

Keunggulan Muhammad Musthafa SAW

Kelebihan Muhammad SAW dari Nabi-nabi yang lain

Kitab Suci Al-Qur’an mengungkapkan bahwa semua Nabi-nabi adalah pengikut dari Hadzrat Rasulullah s.a.w. sebagaimana difirmankan:

“Kemudian datang kepadamu seorang rasul yang menggenapi wahyu yang ada padamu maka haruslah kamu beriman kepadanya dan haruslah kamu membantunya”. (S.3 Ali Imran:82).
Dari sana bisa disimpulkan bahwa semua Nabi-nabi menjadi pengikut dari Nabi Suci s.a.w. (Barahin Ahmadiyah, bag. V, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 1, hal. 300, London, 1984).

* * *
Hadzrat Rasulullah s.a.w. menggabung semua nama-nama para Nabi dalam wujud beliau dengan pengertian bahwa beliau memiliki semua kelebihan dari masing-masing Nabi tersebut. Dengan demikian beliau itu adalah juga Musa, Isa, Adam, Ibrahim, Yusuf dan Yakub. Hal ini diindikasikan dalam ayat:

“Mereka itulah orang-orang yang terhadap mereka Allah memberi petunjuk maka ikutilah petunjuk mereka”. (S.6 Al-Anaam:91)
yang berarti agar Hadzrat Rasulullah s.a.w. menggabungkan dalam diri beliau semua petunjuk yang berbeda-beda yang telah diturunkan kepada Nabi-nabi lain. Berarti semua kehormatan dari para Nabi-nabi telah menjadi satu dalam diri Nabi Suci s.a.w. dan karena itu jugalah nama beliau sebagai Muhammad berkonotasi yang amat terpuji karena pujian luhur seperti itu hanya bisa dibayangkan jika semua keunggulan dan sifat-sifat khusus para Nabi lainnya menjadi satu dalam wujud Nabi Suci s.a.w. Banyak ayat di dalam Kitab Al-Qur’an yang menyatakan secara tegas bahwa wujud Nabi Suci s.a.w. karena keluhuran fitratnya adalah merupakan gabungan dari para Nabi lainnya. Setiap Nabi yang pernah ada akan bisa menemukan keterkaitan dirinya dengan beliau sehingga menubuatkan bahwa beliau akan datang atas nama dirinya.

Di suatu tempat Al-Qur’an mengemuka¬kan bahwa Hadzrat Rasulullah s.a.w. memiliki kedekatan yang sangat dengan Nabi Ibrahim a.s. (S.3 Ali Imran:69)10. Dalam salah sebuah hadith Bukhari, Hadzrat Rasulullah s.a.w. menyatakan bahwa beliau memiliki hubungan yang dekat dengan Nabi Isa a.s. dn bahwa wujud beliau menjadi satu dengan wujud Nabi Isa tersebut. Hal ini mengkonfirmasikan nubuatan Nabi Isa a.s. yang menyatakan bahwa Nabi Suci s.a.w. akan muncul dengan namanya dan begitu jugalah yang terjadi ketika Al-Masih kita datang untuk menyelesaikan karya dari Al-Masih Nasrani dan memberi kesaksian atas kebenaran dirinya serta membebaskannya dari fitnah yang dilontarkan oleh umat Yahudi dan Kristen dan dengan cara demikian telah memberikan ketenteraman pada ruh dari Nabi Isa a.s. (Ayena Kamalati Islam, Qadian, Riyadh Hind Press, 1893; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 5, hal. 343, London, 1984).
* * *
Wahyu Ilahi merupakan cermin dimana sifat-sifat sempurna daripada Allah yang Maha Agung bisa dilihat, dan kemampuan melihat ini tergantung kepada kadar kebersihan daripada Nabi yang menjadi penerima wahyu. Mengingat Hadzrat Rasulullah s.a.w. derajatnya jauh melampaui semua Nabi-nabi dalam masalah kemurnian jiwa, daya serap penalaran, kesucian, kerendahan hati, ketulusan, kepercayaan, ketaatan dan cintanya kepada Tuhan maka Allah yang Maha Luhur telah mengurapi beliau dengan wewangian khusus yang jauh lebih harum daripada para Nabi lainnya. Dada dan hati beliau yang lebih jembar, suci, polos, cemerlang dan welas asih dianggap lebih berhak menerima wahyu Ilahi yang paling sempurna, lebih kuat, lebih luhur dan lebih lengkap dibanding wahyu yang diturunkan kepada mereka sebelum atau setelah beliau. Karena itulah maka Kitab Al-Qur’an memiliki keunggulan yang demikian luar biasa sehingga kecemerlangan semua Kitab-kitab yang diwahyukan sebelum¬nya menjadi suram dibanding keperkasaan Nur dari Al-Qur’an.
Tidak ada penalaran yang mampu mengemukakan suatu kebenaran baru yang tidak terdapat di dalam Kitab Al-Qur’an dan tidak ada argumentasi yang belum direpresentasikan di dalamnya. Tidak ada kata-kata yang bisa demikian mempengaruhi hati seperti firman-firman perkasa yang menjadi berkat bagi jutaan hati manusia. Tidak diragukan lagi bahwa Kitab ini merupakan cermin jernih yang merefleksikan sifat-sifat sempurna Ilahiah dimana semuanya bisa ditemukan apabila diinginkan seorang pencari kebenaran untuk mencapai tingkat pemahaman tertinggi. (Surma Chasm Arya, Qadian, 1886; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 2, hal. 71-72, London, 1984).
* * *
Karena Hadzrat Rasulullah s.a.w. adalah sebaik-baiknya Nabi dan memiliki derajat yang lebih tinggi dibanding semua Rasul dan karena Allah s.w.t. juga mentakdirkan beliau sebagai penghulu dari semua Nabi maka sepantasnya pula jika beliau dinyatakan kepada dunia sebagai manusia yang lebih baik dan lebih luhur dari semuanya. Karena itu maka Allah yang Maha Agung meluaskan penyebaran berkat-Nya kepada seluruh umat manusia agar segala usaha dan upaya beliau dapat dimanifestasikan secara umum dan tidak terbatas pada satu bangsa tertentu sebagaimana halnya dengan ajaran Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s. Dengan demikian karena aniaya yang ditimpakan kepada beliau dari segala jurusan dan oleh berbagai jenis bangsa maka sewajarnya beliau berhak atas ganjaran akbar yang tidak akan diberikan kepada Nabi-nabi lainnya. (Barahin Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 1, hal. 653-654, London, 1984).
* * *
Adalah menjadi keyakinanku bahwa misalnya, dengan mengesampingkan Nabi Suci s.a.w., jika semua Nabi-nabi yang mendahului beliau itu digabungkan untuk melaksanakan tugas-tugas mereka serta melancarkan reformasi yang dibawa oleh Nabi Suci s.a.w. maka mereka semua itu tidak akan ada yang mampu. Mereka tidak ada memiliki tekad dan kekuatan sebagaimana yang telah dikaruniakan kepada Hadzrat Rasulullah s.a.w. Kalau ada seseorang yang menyatakan bahwa apa yang aku kemukakan ini sebagai penghinaan kepada Nabi-nabi lain maka sama saja dengan orang itu telah mengutarakan fitnah terhadap diriku. Adalah bagian dari keimananku untuk menghormati dan menghargai Nabi-nabi tersebut, hanya saja Hadzrat Rasulullah s.a.w. berada di atas semuanya. Nabi-nabi yang lain merupakan bagian dari keimananku juga dan keseluruhan diriku diresapi oleh keimanan demikian. Adalah sesuatu yang berada di luar kemampuan diriku untuk meniadakannya. Biarlah para lawanku yang buta mengatakan apa yang mereka mau, yang jelas Nabi Suci kita telah melaksanakan tugas yang jika pun dikerjakan secara bersamaan atau pun sendiri-sendiri oleh para Nabi lain, tetap saja mereka tidak akan mampu melaksanakannya. Hal ini merupakan rahmat Allah s.w.t. yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki. (Malfuzat, vol. II, hal. 174).
* * *
Kitab suci umat Yahudi jelas menyatakan bahwa seorang juru selamat seperti Musa a.s. akan dikirimkan kepada mereka. Berarti bahwa juru selamat ini akan muncul ketika umat Yahudi sedang mengalami keadaan penderitaan dan penghinaan mirip dengan keadaan pada masa Firaun dahulu. Mereka akan diselamatkan dari siksaan dan penghinaan jika mereka mau beriman kepadanya. Tidak diragukan lagi bahwa sosok yang ditunggu-tunggu umat Yahudi selama berabad-abad tersebut serta yang telah dinubuatkan oleh Kitab Taurat adalah junjungan dan penghulu kita Hadzrat Muhammad s.a.w. Ketika beberapa suku Yahudi beriman kepada beliau, lalu muncullah di antara mereka beberapa raja-raja agung11. Hal ini menjadi bukti bahwa Allah yang Maha Kuasa telah mengampuni dosa-dosa mereka karena mereka menerima Islam dan mengasihi mereka sebagaimana dijanjikan dalam Taurat. (Ayyamus Sulh, Qadian, Ziaul Islam Press, 1899; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 14, hal. 302-303, London, 1984).
* * *
Keagungan yang dikaruniakan kepada Nabi Isa a.s. adalah karena beliau mengikuti Hadzrat Muhammad s.a.w. karena Nabi Isa telah diberitahukan mengenai Nabi Suci ini dan beliau beriman kepadanya dan dengan demikian mencapai keselamatan berkat keimanannya tersebut. (Al-Hakam, 30 Juni 1901, hal. 3).
* * *
Sekarang akan kita bandingkan Nabi Isa a.s. dengan Nabi Suci s.a.w. berkaitan dengan perlakuan para pemerintahan atau raja-raja pada masa itu terhadap mereka dan bagaimana manifestasi dari harkat keagungan dan bantuan Ilahi kepada mereka masing-masing. Dari hasil telaah akan kita temui bahwa berbeda dengan Hadzrat Rasulullah s.a.w. ternyata Nabi Isa a.s. selain tidak ada menunjukkan sifat-sifat ketuhanannya bahkan beliau ini gagal memperlihat¬kan tanda-tanda sebagai seorang Nabi.
Ketika Hadzrat Rasulullah s.a.w. mengirimkan pesan kepada para penguasa atau raja-raja di masa itu, Kaisar Roma ketika menerima pesan beliau menarik nafas panjang mengeluhkan bahwa ia terperangkap di antara umat Kristiani dan kalau saja ia orang merdeka maka ia akan berbangga hati untuk bisa menghadap Hadzrat Rasulullah s.a.w. dan membasuh kaki beliau sebagaimana laiknya seorang hamba sahaya.

Namun raja yang berhati kejam yaitu Khosroe dari Iran merasa terhina dan mengirimkan dua orang prajurit untuk menangkap Hadzrat Rasulullah s.a.w. Mereka tiba di Medinah menjelang senja dan memberitahu¬kan kepada Hadzrat Rasulullah s.a.w. bahwa mereka dikirim untuk menangkap beliau. Beliau mengabaikan apa yang mereka kemukakan dan mengajak mereka untuk masuk Islam. Saat itu beliau sedang berada di dalam mesjid ditemani oleh tiga atau empat orang sahabat namun nyatanya utusan raja itu bergetar tubuhnya karena pesona beliau. Pada akhirnya mereka bertanya, jawaban apakah yang harus mereka bawa kepada raja mereka berkaitan dengan tugas penangkapan beliau itu. Hadzrat Rasulullah s.a.w. meminta mereka untuk menunggu sampai besok hari. Keesokan harinya ketika mereka menghadap, beliau berkata kepada mereka:
“Ia yang kalian sebut sebagai raja dan tuhan adalah bukan tuhan sama sekali. Tuhan adalah wujud yang tidak akan pernah mengalami kerusakan atau kematian. Tuhan kalian telah terbunuh tadi malam. Tuhan-ku yang sesungguhnya telah mendorong Sherweh melawan dirinya dan tadi malam ia telah dibunuh oleh tangan putranya sendiri. Inilah jawabanku.”.
Kejadian ini merupakan mukjizat akbar dimana sebagai kesaksiannya maka beribu-ribu bangsa negeri itu lalu beriman kepada Hadzrat Rasulullah s.a.w. karena merupakan suatu kenyataan bahwa Khusro Pervez sang Khosroe Iran telah terbunuh malam itu. Hal ini bukanlah suatu pernyataan samar-samar sebagaimana yang diajukan oleh Kitab Injil mengenai kemenangan Nabi Isa a.s. namun didukung oleh fakta sejarah. Mr. Davenport juga ada mengemukakan hal ini dalam bukunya.

Berbanding terbalik dengan hal di atas, bagaimana kurang ajarnya perlakuan penguasa di masa Nabi Isa a.s. terhadap beliau sudah sama diketahui. Barangkali Kitab Injil masih ada mengungkapkan bagaimana Herodes12 telah mengirimkan Nabi Isa a.s. kepada Pontius Pilatus sebagai seorang tertuduh. Yesus ditahan beberapa waktu dalam penjara namun sifat ketuhanannya ternyata tidak ada muncul. Tidak ada satu pun raja datang menawarkan dengan berbangga hati bersedia melayani dan membasuh kaki beliau. Pilatus kemudian menyerahkan nasib Yesus kepada umat Yahudi.
Apakah ini merupakan tanda ketuhanannya? Betapa berbedanya keadaan di antara kedua sosok manusia yang menghadapi keadaan yang sama tetapi dengan akhir yang jauh berbeda. Di satu sisi seorang raja yang angkuh telah digoda Syaitan untuk menangkap seorang yang mengaku sebagai Nabi namun dirinya kemudian ditimpa kutukan Ilahi dan mati terbunuh secara hina di tangan putranya sendiri. Pada sisi lain seseorang yang diangkat oleh para pengikutnya naik ke surga malah nyatanya mengalami penangkapan, penahanan dan diusung sebagai seorang pesakitan dari satu kota ke kota lain.
(Noorul Qur’an, no. 2, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 9, hal. 384-386, London, 1984).
Read More...

Islam Agama Universal

ISLAM ADALAH AGAMA YANG UNIVERSAL

Berulangkali al-Qur’an menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang ajarannya terkait dengan fitrat manusia. Islam menekankan bahwa suatu agama yang berakar pada fitrat manusia tidak akan berubah. Dengan demikian agama yang benar-benar berakar pada fitrat manusia tidak akan mengalami perubahan asal saja agama itu tidak terlalu mencampuri situasi-situasi transien manusia dalam kurun waktu manapun dalam sejarah kehidupannya. Bila agama tersebut tetap bersiteguh pada prinsip-prinsip yang bersumber pada fitrat manusia maka agama itu memiliki potensi menjadi agama universal.

Islam malah selangkah maju dalam hal ini. Dengan hati yang lapang Islam menyatakan bahwa semua agama didunia sedikit banyak juga sama memiliki sifat universal tersebut. Dengan kata lain, dalam setiap agama samawi dapat ditemukan inti ajaran yang terkait dengan fitrat manusia dan kebenaran abadi. Inti ajaran agama itu tidak berubah kecuali jika pengikutnya mencemari ajaran itu dikemudian hari.
Ayat berikut menjelaskan hal diatas :
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.(al-Bayyinah [98]:6)
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,(ar-Rum [30]: 31)

Berdasarkan pandangan diatas muncul pertanyaan lalu apa gunanya menurunkan agama semi agama yang ajarannya sama. Selanjutnya mungkin orang akan bertanya pula mengapa Islam mengaku bahwa ia secara relatif lebih universal dan sempurna dibanding semua ajaran agama sebelumnya.
1.) Untuk menjawab pertanyaan pertama al-qur’an menjelaskan bahwa berdasar fakta historis, semua kitab dan Naskah suci yang turun sebelum Islam telah mengalami perubahan. Ajaran kitab itu berangsur-angsur mengalami penyesuaian-penyesuaian dengan memasukkan unsur baru secara interpolasi sehingga kemurniannya menjadi diragukan.
Dengan demikian menjadi kewajiban para pengikut agama-agama tersebut membuktikan kesahihan kitab-kitab mereka. Al-qur’an sendiri memiliki keunikan dibanding kitab-kitab dan naskah suci lainnya, bahkan musuh-musuh Islam yang paling gigih dalam menyangkal al-qur’an sebagai kitab yang diwahyukan, mengakui bahwa al-qur’an tidak mengalami perubahan sejak diturunkan kepada Muhammad s.a.w.
Misalnya kutipan berikut :
There is otherwise every security, internal and external that we possess the text which, Mohamet himself gave forth and used (h.xxvii, Life of Mohamet, Sir William Muir, London 1878)
We may upon the strongest assumption, affirm that every verse in the Qur’an is genuine and unaltered composition of Mohamet himself (h.xxviii Life of Mohamet, Sir William Muir, London 1878)
Slight clerical error there may have been, but the Qur’an of Othman contains none but genuine elements, thought sometimes in very strange order. The efforts of European scholars to prove the existence of later interpolations in the Qur’an have failed (Prof. Noldeke in Encyclopedia Britannica 9th Edition , title Qur’an)

Lain lagi kalau kita bicara mengenai kontroversi tentang kitab mana yang dikarang oleh siapa. Sebuah kitab dari kalangan ahli kitab yang diragukan kesahihannya berasal dari Tuhan nyatanya memang berasal dari wahyu Tuhan yang sama, hanya saja di kemudian hari terjadi kontradiksi akibat interpolasi, campur tangan manusia. Jadi jelas dalam hal ini sikap Al-Qur’an adalah yang paling realis dan kondusif dalam mewujudkan perdamaian antar umat beragama.
2). Adapun mengenai pertanyaan kedua, Al-Qur’an mengingatkan kita akan adanya proses evolusi diseluruh sisi masyarakat manusia. Agama baru tidak hanya dibutuhkan sebagai restorasi agama lama melainkan juga mutlak diperlukan oleh agama lama dalam mengadaptasi kemajuan sejalan dengan perkembangan evolusi masyarakat.
3). Tidak cukup itu saja ada faktor lain yang ikut berproses dalam perubahan masyarakat adalah kurun waktu dimana ajaran itu diturunkan guna memenuhi kebutuhan sekelompok masyarakat tertentu pula dan dalam periode yang terbatas. Dengan kata lain agama tidak saja terdiri dari ajaran pokok berupa prinsip-prinsip yang baku melainkan pula diikuti dengan ajaran-ajaran tambahan.
4). Yang terakhir yang patut dipahami adalah, manusia tidak memperoleh pelatihan dan pendidikan dalam ajaran samawi dalam satu kali saja. Manusia dibawa secara bertahap hingga ke tingkat kedewasaan mental dimana ia telah cukup matang dan siap dalam menerima keseluruhan prinsip-prinsip dasar yang diperlukan sebagai bimbingan baginya. Menurut pandangan Al-Qur’an, ajaran kedua yang terkait erat berdasarkan pada prinsip yang fundamendal dan baku juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Islam sebagai agama yang sempurna (an-Nisaa' [4]: 14-16)
Hal diatas merupakan sebuah konsep universal dari Islam. Terpulang kepada manusia apakah mereka mau meneliti dan menilai kelebihan agama yang dibandingkannya.
Sekarang kita kembali kepada pertanyaan, mengenai agama-agama yang menyatakan dirinya lah yang ungggul dibanding yang lainnya. Islam menyatakan demikian. Melalui nubuatan Al-Qur’an menyatakan diri pada suatu waktu akan menjadi agama yang terunggul bagi umat manusia.
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang-orang musyrik benci.(As-Shaf [61]: 10)
Walau Islam menghendaki berkembangnya perdamaian dan kerukunan antar umat beragama, namun Islam tidak melarang penyebaran ajaran dan idiologinya secara kompetitif dengan tujuan memperoleh keunggulan dibanding agama lainnya.
Mengenai Rasulullah saw Al-Qur’an menyatakan :
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الأمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang umi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk".(al-A’raf [7]: 159)
Namun untuk menghindari perselisihan dan kesalahpahaman, Islam memberikan seperangkat petunjuk yang jelas guna memastikan kebebasan berkompetisi secara adil diantara agama-agama dalam hal menyatakan pendapat dan termasuk berbeda pendapat.(Mirza Tahir Ahmad,Islam’s response to contemporary issues)
Read More...

Islam dan Toleransi

Toleransi sebagai Habitus Baru
by Zuhairi Misrawi (Gus Mis)
http://zuhairimisrawi.wordpress.com/2008/11/17/toleransi-sebagai-habitus-baru/#more-156

“Jika demokrasi menjadikan kediktatoran sebagai musuh bebuyutan, maka lawan dari moderasi adalah intoleransi dan ekstremisme. Karena itu, jalan terbaik yang harus dibangun dalam masyarakat yang plural, yaitu rekonsiliasi antara demokrasi dan moderasi, demokrasi dan toleransi untuk menggempur kediktatoran dan ekstremisme.”[1]

Itulah wasiat terakhir yang disampaikan oleh mendiang Benazir Bhutto. Ia juga menyebutkan sejumlah cendekiawan muslim yang dianggap telah memberikan sumbangsih bagi rekonsiliasi demokrasi dan moderasi, diantaranya KH. Abdurrahman Wahid dan Nurcholish Madjid. Di samping beberapa pemikiran Muslim lainnya, seperti Fazlur Rahman, Muhammad Khalid Masud (Pakistan) Muhammad Arkoun (Aljazair), dan Wahiduddin Khan (India).[2]

Demokrasi dan moderasi atau demokrasi dan toleransi ibarat dua mata uang logam yang tidak bisa dipisahkan. Satu sama lain saling menyempurnakan. Bila salah satu di antara keduanya hilang, maka lenyap pula kekuatan yang lainnya. Demokrasi tanpa toleransi akan melahirkan tatanan politik yang otoritarianistik. Sedangkan toleransi tanpa demokrasi akan melahirkan psedo-toleransi, yaitu toleransi yang rentan menimbulkan konflik-konflik komunal. Sebab itu, demokrasi dan toleransi harus berkait kelindan, baik dalam komunitas masyarakat politik maupun masyarakat sipil.

Menurut Rainer Forst ada dua cara pandang tentang toleransi, yaitu konsepsi yang dilandasi otoritas perizinan yang dilakukan oleh negara (permission conception) dan konsepsi yang dilandasi pada kultur dan kehendak untuk membangun pengertian dan penghormatan terhadap yang lain (respect conception).[3] Dalam hal ini, Forst lebih memilih agar toleransi dalam konteks demokrasi harus mampu membangun saling pengertian dan saling menghargai di tengah keragaman suku, agama, ras dan bahasa.

Memang, sejauh ini toleransi diandaikan oleh banyak pihak sebagai durian yang jatuh dari langit. Kekuasaan dianggap sebagai faktor determinan dalam membangun toleransi. Jika negara sudah membuat peraturan yang menegaskan pentingnya toleransi dan kerukunan bagi sesama warga negara, semuanya dianggap taken for granted. Negara dianggap sebagai satu-satunya institusi yang bisa menyulap intoleransi menjadi toleransi.

Lain anggapan, lain pula realitasnya. Sebab belajar dari pengalaman, betapa bagusnya kebijakan publik yang dibuat oleh negara kerapkali sulit diterjemahkan dalam realitas. Ada beberapa hal yang menyebabkan kenapa toleransi sulit ditransformasikan dalam realitas keragaman yang ada dalam sebuah negara. Di antaranya, negara sendiri terdiri dari pelbagai entitas yang mempunyai mindset kurang lebih cenderung kepada intoleransi, daripada toleransi. Apalagi, entitas tersebut hanya memahami demokrasi secara prosedural, yaitu hegemoni mayoritas atas minoritas atau sebaliknya, ketundukan minoritas atas mayoritas.

Sementara itu, negara tidak mempunyai keberanian untuk mengambil keputusan dalam rangka menegakkan prinsip kesetaraan dan keadilan. Akibatnya, kelompok minoritas senantiasa berada di bawah ancaman kelompok yang mengklaim sebagai kelompok mayoritas. Lalu, pertanyaannya dari mana kita mesti memulai untuk membangun toleransi?

Dua Modal

Richard H. Dees (1999) memberikan resep yang sejauh ini merupakan cara terbaik untuk mengukuhkan toleransi, khususnya dalam masyarakat plural. Yaitu toleransi sebagai nilai dan kebajikan.[4] Menurut dia, masalah utama toleransi selama ini, karena toleransi dipahami sebagai modus vivendi, yaitu kesepakatan bersama yang dituangkan dalam persetujuan hitam di atas putih. Toleransi pada level ini mempunyai kelemahan yang bisa bertentangan dengan spirit toleransi, karena rentan terjerambab dalam kepentingan kelompok tertentu, terutama bilamana pihak mayoritas menjadikan otoritasnya untuk menentukan arah dan acuan dari kesepakatan toleransi. Toleransi pada model ini bisa menjadi jalan tol bagi munculnya tindakan intoleran, karena toleransi yang dibangun hanya di permukaan saja, yang biasa dikenal dengan toleransi politis.

Di Perancis, pada abad ke-16, Henri IV mengeluarkan sebuah dekrit tentang toleransi, yang diantara butir-butirnya berisi tentang upaya mengakhiri konflik yang berbasis agama antara umat Katolik dan Protestan. Dekrit tersebut disetujui oleh kedua belah pihak. Kalangan Protestan mendapatkan kebebasan untuk beribadah dan mendapatkan otonomi khusus di daerah bagian selatan dan barat, yang didominasi oleh kalangan Protestan.

Hanya saja, dalam realitasnya kesepakatan tersebut tidak benar-benar diimplementasikan oleh kedua belah pihak. Huguenot, komunitas Protestan di Perancis, kerapkali dicurigai oleh orang-orang Katolik. Intinya, kedua belah pihak tidak mampu menumbuhkan kepercayaan di antara mereka, khususnya pada tahun 1593 setelah Henri IV melakukan konversi ke Katolik, yang menyebabkan makin kuatnya dominasi kelompok Katolik.

Kedua komunitas tersebut sebenarnya mempunyai cita-cita yang luhur untuk membangun kedamaian, dan pemerintahan Henri IV berada di garda terdepan untuk mewujudkan toleransi menjadi kenyataan. Masing-masing kelompok mendapatkan jaminan kebebasan untuk melaksanakan pandangan keagamaannya. Bahkan kedua kelompok tersebut bersama-sama menyepakati traktat perdamaian dan toleransi.

Masalahnya muncul ketika Henri IV tewas pada tahun 1610 di tangan penganut fanatik Katolik. Kematian Henri menjadi awal dari bencana intoleransi. Sebab kedua kelompok tersebut kehilangan kepercayaan untuk mengawal kesepakatan toleransi yang telah berlangsung puluhan tahun. Sementara, benih-benih intoleransi mulai tumbuh di antara masing-masing kelompok dengan mengobarkan api pertikaian bersamaan dengan meninggalnya Henri IV, tokoh yang mengawal toleransi dan perdamaian. Sementara kalangan Protestan juga terpancing untuk melakukan perlawanan terhadap kalangan Katolik.

Pelajaran yang bisa diambil dari pengalaman toleransi dan intoleransi di atas, bahwa toleransi sebagai modus vivensi sangat ditentukan oleh kekuatan politis yang berbasis ketokohan. Dan yang terpenting, masing-masing kelompok tidak memahami betul perihal pentingnya toleransi, baik di saat ada persetujuan hitam di atas putih maupun tidak ada.

Di Arab, tepatnya di Madinah, persetujuan serupa juga pernah dideklarasikan yang biasa disebut dengan mitsaq al-madinah (Piagam Madinah). Di atas kertas, piagam tersebut mampu membangun toleransi yang berbasis kesepakatan di antara kelompok agama-agama, khususnya Islam dan Yahudi. Namun dalam perjalanan sejarah, persetujuan tersebut mudah dilanggar karena belum menguatnya pemahaman tentang pentingnya toleransi dalam masyarakat plural. Mereka hanya mau bertoleransi di atas kertas, tapi sulit untuk menerjemahkannya dalam realitas politik yang plural. Lalu, sebenarnya apa masalah utamanya?

Dees mengajukan proposal rekonstruktif perihal pentingnya mengukuhkan toleransi di tengah ancaman intoleransi, yaitu meneguhkan toleransi sebagai kebajikan (toleration as a virtue). Di samping toleransi sebagai hak setiap individu (tolerance as good in its own right).[5]

Menurut dia, toleransi pada tingkatan sebagai kebajikan dan hak setiap individu menempati maqam tertinggi, karena toleransi bisa menembus dua ruang sekaligus, yaitu ruang politik dan ruang masyarakat sipil. Ada dan tidak adanya modus vivendi, toleransi merupakan nilai yang niscaya dalam masyarakat plural. Di satu sisi, toleransi harus menjadi kesadaran kolektif yang didukung oleh etika masing-masing kelompok agama dan kepercayaan, tetapi juga harus disadari bahwa hak setiap individu untuk hidup berdampingan secara damai dan menjunjung tinggi kebebasan berkelompok.

Dalam hal ini, jalan menuju toleransi merupakan proses yang tidak mudah. Kesepakatan hitam di atas putih sudah terbukti tidak begitu kuat untuk membangun toleransi pada tataran praksis. Toleransi sebagai modus vivendi, bahkan bisa berakibat negatif, karena kelompok mayoritas dengan mudah menggunakan otoritasnya untuk melanggar kesepakatan dengan cara melakukan tindakan kekerasan dan intimidasi.

Di sini, Dees membandingkan antara pengalaman Perancis Pra-Revolusi Perancis dengan pengalaman Inggris. Menurut dia, toleransi dalam bentuk modus vivendi di Inggris, khususnya setelah munculnya traktat toleransi pada tahun 1689 lebih kukuh dibandingkan di Perancis, karena toleransi yang dipraktikkan di Inggris mampu menerjemahkan nilai-nilai yang paling mendasar dalam toleransi (deeper toleration). Dengan kata lain, toleransi di Inggris sudah mampu menjadikan toleransi sebagai kebajikan dan hak setiap individu.

Setidaknya ada dua modal yang dibutuhkan untuk membangun toleransi: Pertama, toleransi membutuhkan interaksi sosial melalui percakapan dan pergaulan yang intensif (conversation). Di Inggris, semua kelompok didorong untuk menggali nilai-nilai toleransi sebagai kebajikan. Masing-masing kelompok, terutama kelompok minoritas diperlakukan secara adil dan setara, baik dalam ranah politik, ekonomi maupun agama. Mereka dilindungi oleh negara melalui sistem demokrasi. Mereka juga bebas melakukan aktivitas perekonomian. Selain itu, mereka dapat melakukan peribadatan secara bebas dan otonom. Di samping itu, kelompok mayoritas tidak melakukan penetrasi politik terhadap kelompok minoritas.

Kata kuncinya adalah kelompok minoritas mendapatkan hak otonom dalam pelbagai bidang kehidupan sebagai jaminan untuk melakukan interaksi dan pergaulan yang bersifat lintas batas kelompok dan golongan. Tidak seperti pengalaman Perancis pada abad 16 dan 17, yang mana kelompok minoritas tidak mempunyai hak otonom. Di samping kelompok mayoritas kerapkali menggunakan dalih politis untuk menyerang kelompok minoritas.

Kedua, membangun saling percaya diri di antara pelbagai kelompok dan aliran (mutual trust). Di Inggris, cara terbaik untuk membangun toleransi, yaitu menumbuhkan semangat kesatuan yang dibangun di atas pilar kebangsaan. Di saat muncul polarisasi antara kelompok yang mendukung nasionalisme Inggris dan kelompok anti-katolisisme, maka sebagian besar memilih nasionalisme sebagai alternatif yang terbaik. Alasannya, karena nasionalisme merupakan paham yang bisa membangun rasa saling percaya diri. Konsekuensinya, mereka menolak mentah-mentah pelbagai bentuk gerakan dan tindakan yang bernuansa intoleransi. Sebab kepercayaan suatu kelompok terhadap kelompok yang lain tidak akan tumbuh jika intoleransi menjadi kesadaran kolektif sebuah kelompok.

Sebab itu, salah satu caranya adalah menumbuhkan keinginan untuk berbagi nilai tentang toleransi dan mengubur pelbagai kebencian dan kecurigaan, terutama yang berbasis paham keagamaan. Di sini, semangat kebangsaan dapat membangun saling percaya diri, baik kelompok mayoritas maupun minoritas. Apapun aliran dan golongannya, mereka berada dalam satu payung bangsa yang sama.

Menurut Dees, dalam kaitannya dengan membangun saling percaya diri, ada anggapan bahwa toleransi dulu, lalu membangun saling percaya diri. Nalar seperti ini tidak bisa diterima. Belajar dari pelbagai pengalaman toleransi, khususnya di Inggris, yang harus dibangun adalah saling percaya diri, bahwa mereka akan diperlakukan sama di depan hukum, tidak ada satupun kelompok yang diintimidasi. Maka, logikanya adalah membangun saling percaya terlebih dahulu, baru akan terbit toleransi. Bukan toleransi, lalu saling percaya.

Jadi, Interaksi sosial melalui pergaulan dan percakapan yang intensif, disertai dengan upaya membangun saling percaya diri merupakan dua hal yang harus dipenuhi untuk mengukuhkan pemahaman toleransi sebagai kebajikan.

Kegagalan Perancis dan Keberhasilan Inggris di masa lalu menginspirasikan bahwa membangun toleransi bukan hanya kuasa negara, tetapi juga kuasa nilai yang diberlakukan dalam sebuah masyarakat. Toleransi bukanlah proses yang langsung jadi, melainkan kehadiran nilai yang mengakar kuat di tengah masyarakat, khususnya melalui perjumpaan dan dialog untuk membangun percaya diri.

Di Palestina, toleransi antar-agama khususnya Islam-Kristen berjalan dengan sangat baik. Buktinya, kalangan Kristen bisa hidup berdampingan dengan kalangan Muslim. Di jalur Gaza, yang selama ini terlibat konflik sengit dengan Israel, terdapat sekitar 3000 umat Kristiani. Mereka juga menggunakan bahasa Arab dalam kesehariannya, sebagaimana kalangan Muslim. Setidaknya, ada tiga gereja di jalur Gaza, yaitu Perofesius, Gereja Latin dan Gereja Injil.[6]

Di Jerussalem, umat Islam, Kristiani dan Yahudi bisa hidup berdampingan, bahkan diantara mereka melakukan kawin-mawin. Mereka menggunakan bahasa yang sama, yaitu bahasa Arab.

Sebagaimana di Inggris, keberhasilan toleransi antar-agama di Palestina dan Jerussalem dikarenakan kehendak dari pelbagai kalangan untuk membangun visi kebangsaan yang dapat melindungi seluruh kelompok. Mereka aktif melakukan komunikasi dan membangun saling rasa percaya. Kendatipun situasi di perbatasan berkecamuk, tetapi hal itu tidak memupuskan mereka untuk membangun toleransi.

Hal serupa sebenarnya terjadi di Irak, Suriah, Mesir, Maroko, Libanon dan beberapa negara Arab lainnya. Mereka mempunyai pengalaman toleransi yang menarik untuk dijadikan contoh, karena mereka telah mampu memahami toleransi sebagai kebajikan yang harus diutamakan dalam rangka menjaga keutuhan bangsa.

Dengan demikian, membangun toleransi sangat terkait dengan sejauhmana publik memahami perihal toleransi sebagai kebajikan yang dibangun di atas keinginan untuk hidup berdampingan secara damai.

Strata Toleransi

Beberapa penjelasan di atas, dapat dijadikan sebagai pijakan untuk melihat sejauh mana strata toleransi dipraktekkan dalam sebuah masyarakat. Sejauh ini ada tiga model toleransi: Pertama, masyarakat yang masuk dalam katagori tanpa-toleransi (zero-tolerance). Masyarakat yang masuk dalam katagori ini pada umumnya belum mampu menjadikan toleransi sebagai kebajian, sebagaimana di Inggris dan tidak pula mempunyai kesepakatan yang mampu menyadarkan mereka tentang pentingnya toleransi, sebagaimana di Perancis. Toleransi sebagai a virtue dan modus vivendi sama sekali tidak muncul ke permukaan. Contoh yang paling nyata adalah Sudan dan Rwanda. Kedua negara ini senantiasa berada dalam ancaman intoleransi, karena tidak mempunyai modal toleransi, baik secara kultural maupun struktural.

Kedua, masyarakat yang masuk dalam katagori toleransi relatif (relative tolerance). Pada umumnya, negara-negara modern sudah masuk dalam katagori ini, karena mereka mempunyai kesepakatan atau kebijakan publik yang secara eksplisit menjadikan toleransi sebagai bagian terpenting dalam paket domokratisasi. Tugas membangun toleransi bersifat top down. Dipaksakan dari atas ke bawah.

Sebagaimana dijelaskan di atas, katagori ini bisa dikatakan relatif baik, tetapi juga mempunyai kelemahan, karena tidak bisa bersifat permanen. Segala sesuatunya tergantung kepentingan politik dan karakter penguasa. Dalam sejarahnya, toleransi yang dibangun diatas kesepakatan politik tidak jarang menimbulkan konflik sosial dan pertikaian.

Ketiga, masyarakat yang masuk dalam katagori toleransi aktif (active tolerance). Katagori ini, harus diakui merupakan katagori terbaik dan paling ideal, karena toleransi telah menjadi nalar dan tingkah laku setiap individu. Masing-masing kelompok memahami dengan sangat baik, bahwa toleransi merupakan kebajikan dan hak setiap individu. Nalar mayoritas-minoritas dikubur hidup-hidup dan digantikan dengan paradigma kesetaraan. Di samping itu, toleransi sebagai kebajikan juga diperkuat oleh kebijakan publik yang secara nyata mendorong dan membumikan toleransi. Negara-negara yang menerapkan multikulturalisme sebagai kebijakan publik, pada umumnya merupakan contoh paling baik.

Dalam konteks keindonesiaan, tentu saja masalahnya tidak kalah rumit, karena potensi untuk menjadi zero-tolerance dan active tolerance sama-sama ada. Sejauh ini, negara kita bisa dikatakan sebagai relative tolerance, karena mempunyai kebijakan publik yang mewadahi kerukunan dan toleransi.

Namun masalahnya, kekerasan dan ancaman terhadap kelompok minoritas masih menjadi fakta yang setiap saat muncul ke permukaan. Bila fakta ini tidak disikapi dengan serius, maka akan menjadi api yang dapat membakar tungku intoleransi, yang pada akhirnya akan menghilangkan panorama toleransi yang selama ini menjadi bagian terpenting dalam perjalanan bangsa.

Sebaliknya, jika toleransi dapat dipahami oleh publik sebagai kebajikan melalui interaksi sosial dan sikap saling percaya di antara pelbagai kelompok, maka harapan untuk membangun toleransi yang aktif bukanlah hal yang mustahil. Di sini, upaya menjadikan toleransi sebagai habitus baru dalam berbangsa dan bernegara merupakan sebuah keniscayaan.

Maka dari itu, Abdul Husein Sya’ban menegaskan bahwa menggali khazanah toleransi merupakan sebuah keniscayaan agar kebajikan dan kearifan menjadi panglima di tengah dunia yang sedang dirundung kekerasan yang mengglobal.[7] Belajar dari masa lalu dan memperkaya nilai-nilai toleransi merupakan tugas yang mesti diemban oleh setiap individu.
Read More...

Penganut Islam Mendapatkan Kemajuan

Kemajuan Progresif Karena Menganut Islam

Ketika aku merenungi keseluruhan firman Allah s.w.t., aku menemukan bahwa ajaran-ajarannya itu berusaha memperbaiki kondisi alamiah manusia dan mengangkatnya selangkah demi selangkah ke tingkat keruhanian yang lebih tinggi.

Pada tahap awal, Allah s.w.t. bermaksud mengajar manusia ketentuanketentuan yang bisa disebut dasar, melalui mana merubah kondisinya dari taraf binatang liar ke derajat akhlak tingkat rendah yang bisa dikatakan sebagai kebudayaan atau tamadhun. Kemudian Dia melatih dan mengangkat manusia dari tingkat akhlak yang mendasar ke tingkatan akhlak yang lebih tinggi. Sebenarnya perubahan kondisi alamiah demikian semua itu adalah satu kegiatan, hanya saja terdiri dari beberapa tingkatan. Allah yang Maha Bijaksana telah memberikan sistem akhlak yang sedemikian rupa sehingga manusia bisa merambat dari tingkat akhlak yang mendasar ke tingkatan yang lebih tinggi. Tingkat ketiga dari perkembangan demikian itu adalah manusia berupaya memperoleh kecintaan dan keridhoan Pencipta-nya dimana keseluruhan wujud dirinya diabdikan kepada Allah s.w.t. Pada tingkat inilah keimanan para Muslim disebut sebagai Islam yang bermakna penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah s.w.t. tanpa ada yang tersisa. (Islami Usulki Philosophy, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 10, hal. 324, London,1984)
Read More...

Agama Islam,Syariat Tuhan

Islam Agama Yang Benar

Ada dua persyaratan bagi sebuah agama yang mengaku berasal dari Tuhan. Pertama adalah agama tersebut harus bersifat demikian komprehensif, sempurna, lengkap tanpa kekurangan dan bersih dari segala cacat dan noda dalam akidah, ajaran dan
perintah-perintahnya, dimana fikiran manusia tidak mungkin merumuskan yang lebih baik lagi. Agama ini harus berada di atas dari semua agama lain menyangkut persyaratanpersyaratan tersebut. Hanya Al-Quran yang mengajukan klaim untuk itu dengan menyatakan:
“Hari ini telah Aku sempurnakan agamamu bagi manfaatmu, dan telah Aku lengkapkan nikmat-Ku atasmu dan telah Aku sukai bagimu Islam sebagai agama”. (S.5 Al-Maidah:4).

Dengan kata lain, Allah s.w.t. meminta kita untuk menyelaraskan diri kita kepada realita yang inheren (melekat)di dalam kata Islam. Disini ada pengakuan bahwa Al-Quran merupakan ajaran yang sempurna dan bahwa saat turunnya Al-
Quran merupakan saat dimana ajaran sempurna tersebut sudah bisa diungkapkan kepada manusia. Hanya Al-Quran yang layak membuat pengakuan demikian, tidak ada kitab samawi lainnya yang pernah mengajukan pernyataan seperti itu. Baik kitab
Taurat mau pun Injil tidak mau memberikan pernyataan demikian. Sebaliknya malah, karena kitab Taurat mengemukakan perintah Tuhan bahwa Dia akan
membangkitkan seorang Nabi dari antara para saudara Bani Israil dan akan meletakkan Firman-Nya dalam mulut Nabi itu dan barangsiapa tidak mau membuka telinganya bagi firman Tuhan tersebut akan dimintakan pertanggungjawaban1. Dari
hal ini menjadi jelas bahwa jika Taurat memang sudah memadai untuk memenuhi kebutuhan manusia di abad-abad berikutnya maka tidak perlu lagi adanya kedatangan Nabi lain dimana manusia diwajibkan mendengar dan patuh kepadanya. Begitu pula dengan Injil, tidak ada mengandung satu pun pernyataan yang mengemukakan bahwa ajaran yang dibawanya telah sempurna dan komprehensif. Bahkan jelas ada pengakuan
Yesus bahwa masih banyak yang harus disampaikan kepada para murid beliau namun mereka belum kuat menanggungnya, tetapi jika nanti sang Penghibur atau Roh Kebenaran
(Paraclete) telah datang maka ia akan memimpin mereka ke dalam seluruh kebenaran2. Dengan demikian jelas bahwa Nabi Musa a.s. pun mengakui masih kurang sempurnanya kitab Taurat dan memintakan perhatian umatnya kepada seorang Nabi yang akan datang. Begitu pula dengan Nabi Isa a.s. yang mengakui kekurang-sempurnaan ajaran yang beliau bawa karena saatnya belum tiba untuk dibukakannya ajaran yang sempurna, tetapi juga mengingatkan bahwa jika nanti Paraclete sudah turun maka ia itulah yang akan memberikan ajaran yang sempurna. Sebaliknya dengan Al-Quran yang tidak ada
meninggalkan persoalan terbuka untuk diselesaikan oleh kitab lainnya sebagaimana halnya dengan Taurat dan Injil, bahkan mengumandangkan kesempurnaan ajaran yang dikandungnya dengan firman:“Hari ini telah Aku sempurnakan agamamu bagi manfaatmu,
dan telah Aku lengkapkan nikmat-Ku atasmu dan telah Aku sukai bagimu Islam sebagai agama”. (S.5 Al-Maidah:4).
Inilah yang menjadi argumentasi pokok yang mendukung Islam sebagai agama yang mengungguli agama-agama lainnya dalam ajaran yang dibawanya sehingga tidak ada agama lain yang bisa dibandingkan dalam kesempurnaan ajaran yang
dikandungnya. Karakteristik kedua daripada Islam yang tidak ada pada agama lain yang juga menjadi bukti kebenarannya adalah agama ini memanifestasikan karunia dan mukjizat yang hidup. Tandatanda yang diperlihatkan Islam tidak saja mengukuhkan
kelebihannya di atas agama lain tetapi juga menjadi daya tarik
bagi kalbu manusia melalui penampakan Nur-nya yang sempurna. Karakteristik pertama Islam sebagaimana dijelaskan di atas yaitu mengenai kesempurnaan ajaran yang dibawanya, belumlah cukup konklusif untuk meneguhkan bahwa Islam adalah agama benar yang diturunkan oleh Allah s.w.t. Seorang lawan yang fanatik dan berpandangan cupat, bisa saja mengatakan bahwa bisa jadi agama itu sempurna namun belum tentu
berasal dari Tuhan. Karakteristik yang pertama memang bisa memuaskan seorang pencari kebenaran yang bijak setelah diombang-ambingkan oleh berbagai keraguan, membawanya
lebih dekat kepada suatu kepastian, namun belum mengukuhkan permasalahannya secara konklusif jika belum dirangkaikan dengan karakteristik kedua. Melalui rangkaian kedua
karakteristik itu maka Nur agama yang benar mencapai kesempurnaannya. Agama yang benar mengandung ribuan bukti dan Nur, namun dua karakteristik tersebut cukuplah
kiranya memberi keyakinan bagi hati seorang pencari kebenaran dan menjelaskan permasalahannya sehingga memuaskan mereka yang menyangkal kebenaran. Tidak ada
lagi yang diperlukan sebagai tambahan. Pada awalnya aku bermaksud mengemukakan tigaratus argumentasi dalam buku Barahin Ahmadiyah. Tetapi setelah direnungi lebih lanjut, aku merasa dua karakteristik ini bisa menggantikan ribuan buktibukti lain dan karena itu Allah s.w.t. menjadikan aku merubah rencanaku itu.
(Barahin Ahmadiyah, bag. V, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 21, hal. 3-6, London, 1984)
Read More...